Oleh K.H. Himi Aminuddin
Mihwar basyari, yaitu satu poros hubungan kemanusiaan dalam jama’ah ini bahkan antara setiap potensi umat Islam.
Pertama, Al-Mahabbah wal Ulfah.
Mihwar basyari ini harus dipenuhi mahabbah wal ulfah. Dipenuhi rasa cinta dan keakraban. Rasa cinta yang bukan hanya dipendam dalam hati, tetapi nampak dalam kehidupan yang akrab satu dengan yang lainnya.
Kedua, Ash-shilah wat-Tawashul.
Mihwar basyari ini harus diwarnai dengan ash-shilah wat-tawashul. Selalu memelihara hubungan komunikasi, saling menziarahi, saling telepon, saling kirim SMS dengan segala wasail al-haditsiyah-nya. Segala prasarana modern kita gunakan agar setiap potensi dakwah selalu dalam keadaan shilah wat-tawashul. Jangan sampai mahabbah wal ulfah hanya terefleksikan dalam kerinduan-kerinduan jarak jauh tanpa direalisir dalam hubungan dan komunikasi yang kontinyu. Di daerah manapun berada, di dalam posisi apa pun kita bertugas dan kondisi apa pun, mahabbah wal ulfah harus bisa merefleksikan ash-shilah wat-tawashul.
Ketiga, At-Tasyawur wat-Tafahum.
Dalam poros hubungan kemanusiaan ini, kita harus selalu mengembangkan at-tasyawur wat-tafahum. Kita secara fithri dikaruniai oleh Allah SWT potensi dan kafa’ah yang berbeda-beda, syakilah yang berbeda-beda. Agar setiap syakilah (karakter), kafa’ah (kompentensi), dan khibrah (keahlian) kita berpadu dan teratur dalam langkah-langkah amal jama’i, maka kita harus selalu tasyawur wat-tafahum. Bermusyawarah untuk tukar menukar pikiran, pengalaman dan ide, akhirnya melahirkan sebuah agenda dan rencana bersama, dengan masing-masing mengerahkan setiap syakilah, kafa’ah, dan khibrah yang dimilikinya.
Ini tidak mungkin dilakukan kecuali bila kita selalu melakukan tasywur yang kemudian diikuti dengan tafahum. Tasyawur wat-tafahum merupakan mihwar basyari, poros hubungan kemanusiaan yang dibutuhkan untuk membangun amal jama’i yang kokoh, baik, dan produktif.
Keempat, At-Ta’awun wat-Takaful.
Tasyawur wat-tafahum harus diikuti pula dengan ta’awun wa takaful. Saling kerjasama dan saling sepenanggungan, sehingga bukan saja terjadi tauhidu shaf tetapi juga tauhidu juhud. Seluruh juhud, upaya dan usaha kita, terkonsentrasikan pada program yang sudah disepakati bersama.Melalui semangat ta’awun wa takaful yang didahului oleh tasyawur wat-tafahum.
Kelima, Ad-Da’m wal Isnad.
Dalam poros hubungan kemanusiaan ini harus selalu memperhatikan ad-da’m wal isnad, dukungan dan back up. Betapa pun sudah ada pembagian tugas sesuai dengan job deskripsi yang sudah ditentukan, tetapi tidak boleh hanya khusyu dengan kerja sendiri kemudian sama sekali mengabaikan dan tidak memperhatikan kerja ikhwah lain yang mungkin perlu dukungan kita. Minimal do’a, ide, bahkan dukungan potensi materil kita.
Walaupun pembiayaan bidang kita belum cukup, tetapi kita harus melihat jangan-jangan ada yang lebih tidak cukup dari kita. Oleh karena itu ad-da’m wal isnad, semangat saling mendukung dan memback up akan tugas masing-masing harus dihidup suburkan dalam konteks hubungan antar manusia, antar personil di lingkungan ikhwan dan akhwat.***
Tags: