JAKARTA – Peluh masih kuyup di lengan, jemarinya menggenggam erat medali berlambang Partai Keadilan Sejahtera.
“Alhamdulillah dapat apresiasi,” tutur pria berkacamata itu seraya menyeka keringat, usai turun panggung sehabis disambut Presiden PKS Almuzzammil Yusuf di halaman DPP PKS, Jakarta Selatan, Ahad (17/8/2025).
Sehari sebelumnya, ia bercerita. Malam itu, Jumat (15/8/2025) pukul 23.00 WIB, Nurcahyo Nugroho naik kereta dari Kota Gede, Yogyakarta. Ayah dari dua putri dan satu putra ini tiba di Jakarta pukul 06.00 pagi dengan satu tujuan: menaklukkan tantangan lari jarak jauh “Run for Independence” sejauh 80 kilometer. Sebuah agenda yang diadakan oleh Bidang Pembinaan dan Pengembangan Olahraga DPP PKS.
Dari Sepeda ke Lari
Perjalanan olahraga Nurcahyo tak dimulai dari lari. Tahun 2021, ia aktif bersepeda, bahkan pernah ikut gowes dari Jogja ke Jakarta saat agenda ke DPP. Namun, sejak 2022, ia pindah haluan. Ia memilih berlari. Alasannya sederhana: lebih efisien. “Waktu tempuhnya lebih sedikit, tapi inputnya lebih banyak,” ujarnya. Soal biaya, menurutnya, lari dan sepeda “mirip-mirip saja.”
Event tahun ini menjadi kali ketiga baginya ikut lari ultramaraton. Sebelumnya ia pernah menempuh 78 km, lalu absen setahun, sebelum kembali aktif. Juni 2025, ia mengikuti Jogja Mandiri Marathon sejauh 42 km. Sebulan setelahnya, Juli 2025, ia menaklukkan Siksorogo Lawu Ultra 100 km dengan elevasi 3.000 meter.
“Di kilometer 75, tenaga benar-benar habis. Hampir ingin berhenti. Tapi dengan tekad, alhamdulillah bisa lanjut sampai finish,” kenangnya.
Untuk event 80 km kali ini, Nurcahyo berlatih dengan terstruktur. Ia juga menyebut ada dorongan dari komunitas yang membuatnya semakin hakulyakin. Soal pola hidup, ia cenderung menjaga asupan menjelang race. “Biasanya saya hindari makanan pedas biar nggak mules,” katanya sembari terbahak. Meski begitu, selepas lomba, ia tetap kembali makan pedas.
Tidur setelah lomba pun baginya tak berlebihan. “Biasanya selesai lari, istirahat sebentar, lalu tidur seperti biasa,” ujarnya.
Sejak aktif berlari, ia bersyukur jarang sakit. Hanya sesekali masalah pencernaan, yang menurutnya lebih karena faktor makanan.
Dari Kota Gede, ia menempuh ribuan langkah hingga garis finish. Perjalanan pria 42 tahun menyiratkan pesan, bahwa tekad, latihan, dan doa bisa membawanya melampaui batas fisik, bahkan hingga 80 kilometer. (msm)